Senin, 16 Mei 2016

 bersyukur

Ada banyak nikmat yang  Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya. Sehingga  bila kita cermati, dalam 24 jam tersebut tak lepas dari nikmat pemberian Allah. Namun sudahkah kita coba merenungkan atas nikmat yang telah diberikan tersebut.
Bila kita coba renungi, maka ada banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, seperti nikmat sehat sehingga kita bisa menggerakkan anggota badan kita untuk beraktivitas, ada nikmat harta sehingga kita bisa mencukupi semua kebutuhan hidup kita sehari-hari, belum lagi nikmat terbesar yang Allah berikan yaitu nikmat Iman dan Islam, dan bila kita hitung-hitung, pasti kita tidak bisa akan menghitung atas nikmat yang Allah berikan tersebut, hal ini sebagaimana telah Allah Ta’ala jelaskan dalam firmanNya:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Lantas sudahkah kita bersyukur atas nikmat tersebut? Atau justru kita telah mengkufuri nikmat tersebut? Jika memang bersyukur, apakah diri ini sudah tergolong hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut?
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hambaNya untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan, sebagaiman Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kalian menyembah.” [QS Al Baqarah: 172]
Di dalam ayat yang lain, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepada kalian. Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kalian akan dikembalikan.” [QS Al ‘Ankabut: 17]
Cara Mensyukuri Nikmat Allah Dalam Kehidupan Sehari-Hari adalah dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Ketahuilah bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Bersyukur tidak cukup hanya dengan ucapan Hamdallah saja, seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/268), yaitu:
  1. Bersyukur dengan hati
Bentuk bersyukur dengan hati adalah dengan meyakini dan mengakui bahwa segala nikmat tersebut adalah semata-mata berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapun peran manusia hanyalah sebagai perantara sehingga semua yang terjadi adalah atas izin Allah Ta’ala.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
  1. Bersyukur dengan lisan
Hamba yang bersyukur, maka lisannya akan senantiasa digunakan untuk berdzikir, mengucapkan Alhamdulillah sebagai bentuk pujian atas nikmat Allah yang diberikan, membicarakan kepada orang lain tentang nikmat yang Allah berikan kepadanya adalah sebagai bentuk rasa syukur juga dan pengakuan kepada Allah, bukan dengan tujuan untuk membanggakan diri dan menimbulkan rasa iri kepada orang lain.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” [QS Adh Dhuha: 11]
  1. Bersyukur dengan anggota tubuh
Bersyukur dengan anggota tubuh artinya menggunakannya untuk melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah ta’ala dan tidak digunakan untuk kemaksiatan. Matanya ia gunakan untuk memandang hal-hal yang baik, pendengarannya ia gunakan untuk mendengar sesuatu yang bermanfaat, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, melaksanakan perkara-perkara yang telah diwajibkan Allah dan menjaga sunnah-sunnah Rasulullah. Semua fasilitas yang telah Allah berikan ia gunakan untuk ketaatan, menggunakan semua nikmat tersebut untuk beramal shalih beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Kita berharap dan berdoa semoga kita termasuk hambaNya yang senantiasa pandai bersyukur dan terhindar dari kufur nikmat, Aamiin.
Apa Itu Ikhtiar? 
Kata ikhtiar diambil dari bahasa Arab, yakni 'ikhtaara' yang artinya memilih. Sementara dalam bentuk kata kerja, ikhtiar berarti pilihan atau memilih hal yang baik (khair).

Sedangkan menurut istilah, ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya dalam usaha mendapatkan yang terbaik, agar tujuan hidupnya selamat sejahtera di dunia dan di akhirat.


Ikhtiar
Ikhtiar


Ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya untuk menyelesaikan persoalan yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam dalam cara berpikir dan mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan apapun konsekuensinya, dan meskipun tidak populer atau terasa berat.

Ikhtiar berarti tidak mengenal putus asa, dan yakni bahwa rahmat Allah pasti datang setelah berikhtiar. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berikhtiar, dan melarang hamba-Nya untuk berputus asa. Sebagaimana perintah Nabi Ya'kub a.s. kepada Anak-anaknya untuk terus berikhtiar dalam mencari berita tentang Nabi Yusuf a.s. dan adiknya Bunyamin. Hal tersebut diabadikan Allah swt. dalam Al-Qur'an yang artinya: 
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Q.S. Yusuf:87) 
Dan Allah juga berfirman yang artinya: 
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka." (Q.S. Ar-Ra'd:11)
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia sebagai hamba Allah diperintahkan untuk berusaha, bukan untuk berleha-leha. Sebab, rahmat Allah turun kepada kita melalui sebab atau usaha yang kita lakukan. Artinya, kita jangan pernah berputus asa dalam mencari rahmat dan ridha Allah swt.

Setelah berikhtiar dengan segala kemampuan kita, seharusnya kita menyerahkan segala usaha kita kepada Allah swt. atau yang dinamakan dengan tawakal.

Apa Itu Tawakal? 
Tawakal diambil dari bahasa Arab, yakni 'Tawakul' yang artinya bersandar atau berserah diri. Tawakal diambil dari kata 'wakala' yang artinya mewakilkan, maka tawakal berarti memberikan perwakilan, kepasrahan, dan penyerahan diri kepada Allah swt.

Secara istilah, tawakal artinya berserah diri dan berpegang teguh kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Tawakal merupakan sikap bersandar dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah swt.


Tawakal kepada Allah
Tawakal kepada Allah

Tawakal memiliki dua unsur pokok, yaitu berserah diri dan berpegang teguh. Kedua-duanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, tidak dapat dikatakan tawakal jika belum berserah diri secara ikhlas. Tidak dapat pula dikatakan tawakal, jika belum berpegang teguh kepada-Nya, belum kokoh keyakinannya kepada kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kasih sayang-Nya dalam mengatur segala sesuatu dengan sempurna.

Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bertawakal kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya: 
"Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplak Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hama-Nya." (Q.S, Al-Furqan:58)
Tawakal, dalam artian berserah diri kepada Allah, berarti kita membatasi tawakal semata-mata hanya kepada Allah swt, dan berkeyakinan kuat bahwa Allah swt, Maha Mampu mewujudkan semua permintaan dan kebutuhan hamba-hamba-Nya sesuai kehendak-Nya.

Hikmah dari Ikhtiar 
1. Selalu optimis dan tidak pernah berputus asa, karena selalu yakin bahwa suatu saat ia pasti meraih hasil dari usaha dan kerja kerasnya.
2. Tidak merasakan lelah dan payah dalam berusaha, karena ia yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang mau berusaha dan berikhtiar.
3. Tidak pernah merasa khawatir terhadap segala macam kegagalan, karena ia memahami dengan baik bahwa setiap usaha memang beresiko gagal. Namun, hal tersebut diambil sebagai hikmah bahwa di balik kegagalan pasti ada kesuksesan.

Hikmah dari Tawakal
1. Dicukupkan rezekinya oleh Allah swt. dan merasakan ketenangan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt. yang artinya: 
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Q.S. At-Thalaq:3)
2. Dikuatkan imannya, dijauhkan dari setan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt. yang artinya: 
"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya." (Q.S. An-Nahl:99) 
Bagaimana tata cara shalat gerhana?
Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.
Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud. Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 435-437)
Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at. (HR. Muslim no. 901)
“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)
Ringkasnya, tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun sama-, urutannya sebagai berikut.
[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.
[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.
[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
[11] Tasyahud.
[12] Salam.
[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1: 438)
Semoga bermanfaat.
CARA SHALAT GERHANA
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu. (Sebagai panduan lihat di rubrik IPTEK)
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
3. Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”Ash-shalatu jaami’ah.”
4. Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum. أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
5. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
7. Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (36) dan ar-Rahman (55), lalu raka’at kedua membaca al-Waqiah (56) dan al-Mulk (78)
9. Setelah sholat disunahkan untuk berkhutbah. (nam) Sumber Website Resmi Nahdlatul Ulama
Menurut Habib Munzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat mengenai shalat gerhana caranya adalah ada tiga cara :
1. yg termudah adalah dg dua rakaat sebagaimana shalat subuh.
2. dua rakaat, dan setiap rakaat adalah dg dua rukuk dan dua kali qiyam, urutannya adalah : Takbiratul ihram, lalu Qiyam, fatihah, surat, rukuk, lalu Qiyam lagi, fatihah surat, rukuk, lalu I’tidal, lalu sujud, duduk sujud. lalu bangkit ke rakaat kedua dg hal yg sama.
3. dua rakaat sebagaimana poin kedua diatas, namun dipanjangkan, lalu diakhiri dg dua khutbah selepas shalat. detail nya ada disini Sumber Habib Munzir

aksesor

template

Logo Google Drive Tambahkan ke Drive Free Premium Islamic Templates10 item Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 1.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 2.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 3.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 4.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 5.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 6.xml Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 7.xml Arsip Terkompresi Free Premium Islamic Templates.zip Arsip Terkompresi images.zip Arsip Terkompresi script.zip

</div></div> <div class="date-outer">

<div class="date-posts">
</div></div>

:

:

           
icon
 
back to top
Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 6.xml 6 dari 10 item Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 1.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 2.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 3.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 4.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 5.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 6.xmlFree Premium Arab Blogger Ramadan Template 7.xmlFree Premium Islamic Templates.zipimages.zipscript.zipMenampilkan Free Premium Arab Blogger Ramadan Template 6.xml.

Sample Text

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Popular Posts

Our Facebook Page